Sabtu, 10 Desember 2016

Sumbangan Karl Marx terhadap Sosiologi Politik



Sumbangan Karl Marx terhadap Sosiologi Politik
Marx lahir dari keluarga Yahudi di Trier, Jerman pada 1818. Ibunya berasal dari keluarga Rabi Yahudi, sedagkan ayahnya berpendidikan sekuler da pengacara yang sukses. Ketika suasana politik tidak menguntungkan bagi pengacara Yahudi, ayah dan keluarganya pindah menjadi pemeluk agam Protestan. Tahun 1841bMarx meraih gelar doktor filsafat dari Universitas Berlin, universitas yang dipengaruhi oleh pemikiran Hegel dan oengikutnya yang kritis. Ia menikah pada tahun 1843 dan hijrah ke Paris. Di sana ia berkenalan dengan St. Somin dan Proudhon, tokoh pemikir sosialis, dengan Engels mitra menulis sekaligus sahabat penopang ekonomi, serta dengan berbagai pemikiran ekonomi politik Inggris seperti Adam Smith dan David Ricardo. Aktif dalam berbagai gerakan buruh dan komunis. Karl Marx memberikan banyak sumbangan teoritis dan metodologis bagi sosiologi politik, yaitu antara lain:
a.      Pendekatan materialisme historis
Istilah materialisme historis tidak pernah digunakan oleh Marx sebagai pendekatan yang digunakannya untuk menjelaskan realita. Ada empat konsep sentral penting dalam memahami pendekatan materialisme historis (Morisson, 1995). Pertama, Means of Production (cara produksi), yaitu sesuatu yang digunakan untuk memproduksi kebutuhan material dan untuk mempertahankan keberadaan. Kedua, Realation of Production (hubungan produksi), yaitu hubungan antara cara suatu masyarakat memproduksi dan peranan sosial yang terbagi kepada individu-individu dalam produksi. Ketiga, Mode of Production (mode produksi), yaitu elemen dasar dari suatu tahapan sejarah dengan memperliatkan bagaimana basis ekonomi membentuk hubungan sosial, seperti masa kuno, feodal, atau kapitalis. Keempat, Force of Production (kekuatan produksi), yaitu kapasitas dalam benda-benda orang yang digunakan bagi tujuan produksi. Misalnya pada masa feodal, kekuatan produksi bersumber pada tanah, alat pertanian, dan teknik penggarapan. Atau masa kapitalis, kekuatan produksi berasal dari teknik industri, ilmu, modal, dan teknologi mesin.
Perubahan sosial dan budaya, termasuk juga perubahan dalam aspek politik dari kehidupan, bersumber pada perubahan yang terjadi pada cara produksi. Perubahan cara produksi melalui perkembangan teknologi baru, penemuan sumber-sumber baru, atau perkembangan baru lain apa pun dalam bidang kegiatan produktif (Johnson, 1986:132). Karena cara produksi berubah, maka muncul kontradiksi antara cara produksi dan hubungan produksi. Ketika kontradiksi telah merusak parah keseimbanagn, maka ia akan berdampak pada perubahan terhadap hubungan produki, seperti perubahan pada pembagian kerja, dasar, dan bentuk struktur kelas. Pada gilirannya bisa mengubah mode produksi.
b.      Teori alienasi
Apa yang membedakan manusia dengan makhluk lain? Kata Karl Marx, kerja! Hanya manusialah, makhluk yang mampu melakukan kerja. Melalui kerja, oleh sebab itu, manusia sebagai produsen. Dengan demikian, produk dari kegiatan produktif (kerja) manusia merupakan hakikat manusia, yang menjadi pembeda dengan makhluk lain seperti binatang. Kelau manusia itu produsen, bagaimana mungkin manusia kehilangan atas produknya sendiri? Atau lebih tegas lagi, bagaimana mungkin produk itu mendapat kekuasaan atas produsennya? Inilah masalah alienasi (keterasingan) (Layendecker, 1983:248).
Kapitalisme telah menyebabkan manusia mengalami alienasi karena hasil kreatifitas produsen menjadi terasing/diasingkan dari produsen itu sendiri. Alienasi ini bisa menggambarkan bentuk: (1) produsen di luar kontrol dari produsen seperti jenis, kualitas, harga, dan pemasangan produk; (2) produsen, harus menyesuaikan diri dengannya seperti mengikuti kapasitas produksi mesin.
c.       Teori perubahan sosial
Pada The Communist Manifesto, Marx menyatakan “ sejarah dari semua masyarakat hingga saat ini adalah sejarah perjuangan kelas”. Perjuangan kelas berakar dari adanya pembagian kerja dan pemilikan pribadi. Keberadaan pembagian kerja dan pemilikan pribadi menghasilkan kontradiksi yang dalam dan luas pada masyarakat, yaitu antara kelompok yang memiliki (pemilik) dan kelompok yang tidak memilki serta menciptakan stratifikasi sosial dalam masyarakat yaitu kelas pemilik dan kelas bukan pemilik.
Pada masa feodal, kontradiksi terjadi antara tuan tanah sebagai pemilik tanah pertanian dan hamba sahaya ssebagai orang yang tidak memiliki alat produksi, yang bekerja pada tuan tanah. Kontradiksi dialektis antara tuan tanah dan hamba sahaya menghasilkan sintesis masyarakat kapitalis melalui perubahan cara produksi dan kekuatan produksi meliputi perkembangan teknologi baru seperti ditemukan mesin uap, pemintal dan industri lainnya serta perubahan hubungan produksi seperti migrasi penduduk desa-pertanian ke daerah industri-perkotaan.
Pada masyarakat kapitalis, juga ditemukan kontradiksi yang bersumber pada pemilikan dan pembagian kerja, yaitu antara kelas borjuis, sebagai pemilik alat produksi seperti mesin, gedung dan modal lainnya, dan kelas proletar, sebagai kelompok yang bekerja bagi kepentingan kapitalis. Perbedaan kelas yang ada bisa tidak disadari, khususnya oleh kelas proletar. Kelas proletar tidak memiliki kesadaran kelas, yaitu kesadaran subjektif akan kepentingan kelas objektif yang mereka miliki bersama orang lain dalam posisi yang serupa dalam sistem produksi. Konsep “kepentingan” mengacu pada sumber-sumber material yang aktual diperlukan untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan individu (Johnson, 1986:150-151). Kesadaran ini disebabkan oleh superstruktur sosial-budaya, seperti ideologi, agama, dan peraturan perundang-undangan dibangun di atas infrasturkut ekonomi, yang notabene dikuasai oleh kelas borjuis. Superstruktur budaya seperti menciptakan “kesadaran palsu”.
Bagaimana munculnya keasadaran kelas dan perjuangan kelas? Kata Karl Marx, terpusatnya kelas proletar dalam suatu daerah perkotaan tertentu akan terbentuknya jaringan komunikasi. Sering jaringan komunikasi ini dibentuk dan kepentingan bersama menjadi kelas maka dibentuklah organisasi kelas proletar melawan musuh bersama (Johnson, 1986:152). Ketika organisasi telah dikembangkan maka perlu ideologi yang mengikatnya. Krisis ekonomi masyarakat kapitalis bisa dijadikan momen untuk melakukan revolusi.
d.      Tentang agama
Pandangan Marx yang amat mengejutkan umat beragama adalah “agama sebagai candu masyarakat”. pernyataan tersebut dapat dipahami karena Marx melihat bahwa superstruktur sosiobudaya-termasuk didalamnya ideologi politik dan agama-dibangun di atas infrasturktur ekonomi. Semua institusi sosial, termasuk agama, didirikan atas dasar infrastruktur ekonomi (yaitu, alat-alat produksi dan hubungan sosial dalam produksi) dan menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan dan persyaratan-persyaratan yang dimiliki oleh infrastruktur ekonomi tersebut. pengalaman ayahnya yang pindah agama dari Yahui menjadi Protestan adalah contoh faktual dari pengalamannya berkaitan dengan agama dan ekonomi.
Oleh karena infrastuktur dikuasai oleh orang/kelompok yang dimiliki, maka agama melayani kepentingan para pemilik melalui berbagai ide, ritual, dan praktik keagamaan. Dalam situasi seperti ini, berbagai ide, ritual, dan praktek keagamaan menciptakan kesadaran palsu bagi para kaum yang tidak memiliki. Ketidaksadaran terhadap kepentingan kelas objektif para kaum yang tidak memilki karena berbagai ide, ritual dan praktek keagamaan intulah yang menyebabkan Marx melihat agama sebagai candu, yang menciptakan masyarakat tidak sadar akan kepentingan objektif mereka.
Sumber: Damsar.2010. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Kencana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar