Senin, 14 November 2016

Pendekatan Memahami Kemiskinan

Pendekatan Memahami Kemiskinan
Pendekatan Kultural
Tokoh utama yang menggunakan pendekatan kultural adalah Oscar Lewis dengan konsep cultural poverty. Lewis berpendapat bahwa kemiskinan adalah suatu budaya yang terjadi karena penderiataan ekonomi yang berlangsung lama.
Berdasarkan penelitian pada beberapa kelompok etnis, Lewis menemukan bahwa kemiskinan adalah salah satu subkultur masyarakat yang mempunyai kesamaan ciri antaretnis satu dengan etnis yang lain. akar timbulnya budaya miskin tesebut menurut Lewis adalah budaya kemiskinan yang dipakai oleh orang miskin untuk beradaptasi dan bereaksi terhadap posisi mereka yang marginal yang memilki kelas-kelas dan bersifat individualistis dan kapitalistis. Budaya kemiskinan adalah desain kehidupan bagi orang miskin yang berisikan pemecahan bagi problema hidup mereka, yang diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya (Parsudi Suparlan, 2005:5).
Untuk menghilangkan budaya kemiskinan, Lewis menyarankan agar orang-orang miskin bersatu dalam suatu organisasi. Sebagaimana Lewis, Oman Sukmana (2005:151) mengatakan bahwa setiap gerakan, baik gerakan bersifat religius, pasif, ataupun revolusioner yang mengoperasikan dan memberikan harapan bagi orang miskin dan secara efektif mempromosikan solidaritas dan perasaan identitas yang sama dengan kelompok masyarakat yang lebih luas dapat menghancurkan sifat-sifat utama yang merupakan ciri orang-orang dari budaya kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menanggulangi budaya miskin tersebut diprlukan lembaga yang memihak masyarakat miskin.
Pendekatan Situasional
Charles A. Valentine menggunakan asumsi yang berbeda dari asumsi Lewis. Ia mengatakan bahwa mngubah keadaan orang-orang miskin ke arah yang lebih baik harus dilakukan secara stimultan dalam tiga hal, yaitu penambahan resources (kesempatan kerja, pendidikan, dan lain-lain), perubahan struktur sosial masyaraka, perubahan di dalam subkultur masyarakat miskin. Sumber perubahan yang paling mungkin dilakukan menurut pendapat Valemtine adalah gerakan-gerakan sosial untuk menghidupakan kembali keyakinan atau rasa percaya diri para kelompok miskin. Gerakan ini harus berasal dari dalam kelompok sehingga hambatan-hambatan kultural yang merupakan ciri masyarakat miskin akan terkikis (Oman Sukmana, 2005:152).
Pendekatan Interaksional
Menurut Herbert J. Gans, perilaku dan ciri-ciri yang ditampilkan para kaum miskin meruapakn hasil intraksi antara faktor kebudayaan yang tertanam di dalam diri orang miskin dan faktor situasi yang menekan. Gans berpendapat bahwa orang miskin bersifat heterogen. Ia menolak anggapan bahwa kebudayaan bersifat holistik yang elemenya hanya dapat berubah apabila semua sistem budaya berubah. Menurutnya, pemecahan terakhir masalah kemiskinan terletak pada usaha untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat orang miskin untuk menggunakan kesempatan yang tersedia, dan usaha untuk memberikan keyakinan menggunakan kesempatan yang tersedia walaupun kesempatan tersebut mungkin bertentangan dengan nila-nilai kebudayaan dalam sistem ekonomi, struktur kekuasaan, dan norma-norma serta aspirasi kelompok orang kaya yang ikut memungkinkan timbulnya kelompok orang miskin (Parsudi Suparlan, 2000:46).
Berdasarkan ketiga pendekatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kendati kemiskinan melekat pada individu atau perseorangan, bukan berarti merupakan tanggunga jawab individu, melainkan harus menjadi pekerjaan seluruh komponen negara (bangsa) atau stakeholders (seluruh elemen masyarakat mulai dari lembaga birokrat/aparat pemerintah, lembaga swasta, dan sampai pada seluruh lapisan masyarakat). kemiskinan termasuk kepada permasalahan sosial, tetapi hal-hal yang menyebabkannya dan cara mengatasinya bergantung pada ideologi yang dipergunakan.
Sumber:
Adon Nasrullah Jamaludin.2015. soiologi Perkotaan. Bandung: Pustaka Setia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar