Senin, 14 November 2016

Filsafat Cina



Filsafat Cina
Menyoal filsafat Cina harus dimulai dengan menengok jauh ke belakang, pada kisaran seribu tahun pertama sebelum masehi. Pada awal abad ke-8 sampai abad ke-5 sebelum masehi, kerangka dominan yang dicetuskan dalam masyarakat Cina, yaitu berpusat pada lima anasir alam seperti api, kayu, air, logam dan bumi. Kelima anasir alam ini digambarkan sebagai satu kesatuan yang terintegrasi dan sekaligus sebagai jawaban terhadap fenomena kehidupan yang sesungguhnya.
Jika filsafat India dilandaskan pada weda, maka filsafat Cina dilandaskan pada Konfusius dan Lao Tse yang berkembang dari abad ke-5 hingga ke-3 sebelum masehi. Fung Yu Lan mencatat bahwa orang umumnya menilai di Cina terdapat tiga agama besar, yaitu Kungfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme. Kunfusianisme sendiri sebenarnya bukan agama, karena dalam Kitab nan Empat (tempat ajaran Kunfusius dimuat), sama sekali tidak tedapat cerita tentang penciptaan dan tidak disebut-sebut mengenai surga dan neraka. Kemudian untuk istilah Taoisme, memang dapat diartikan sebagai filsafat atau sebagai agama. Keduanya tidak hanya berbeda, bahkan bertentangan. Taoisme sebagai filsafat (Tao chia) mengajarkan agar menusia mengikuti alam, sedangkan Taoisme (Tao chiao) sebagai agama, mengejarkan agar manusia menentang alam. Dalam uraian dibawah, Taoisme lebih dipandang sebagai ajaran filsafat.
Menurut Fung lebih lanjut, dalam hal Buddhisme, terdapat pemilahan antara Buddhisme sebagai filsafat, yang disebut Fo hsueh (ajaran Budha), dengan Buddhisme sebagai agama, yang dinamakan Fo Chiao (agama Budha). Bagi orang Cina yanng berpendidikan, filsafat Budha lebih menarik dibandingkan agama Budha. Sering kali terjadi, kita melihat Rahib Budha serta Rahib Tao secara bersama-sama mengambil bagian dalam upacara kebaktian pemakaman. Bahkan oranga Cina menanamkan agama mereka secara kefilsafatan.
Hemersmamenyebutkan tiga tema pokk-pokok pikiran yang penting sepanjang sejarah filsafat Cina, yaitu harmoni, toleransi dan perikemanusiaan. Harmoni antara sesama manusia, manusia dengan alam, serta manusia dan surga. Toleransi mengandung pengertian terdapat keterbukaan pendapat-pendapat yang berbeda dengan pendapat pribadi (termasuk dalam hal beragama). Perikemanusiaan penting karena selalu manusialah yang merupakan pusat filsafat Cina. Manusia pada hakikatnya baik, dan manusia pula yang harus mencari kebahagiaannya di dunia ini dengan mengembangkan dirinya dalam berinteraksi dengan alam dan sesamanya.
Pemusatan konsentrasi pada harmoni, toleransi dan kemanusiaan merupakan bagian dari proses pengajaran tentang hakikat yang merupakan ranah etika dan moral dalam filsafat Cina. Dalam pandangan Meng Tzu bahwa kebaikan merupakan produk bawaan yang sifatnya kodrati yang melekat pada manusia, begitu juga dengan kejahatan yang digambarkan sebagia sifat kodrati manusia. Oleh karena itu, penjabbaran hakikat manusia dalam kehidupannya dapat ditemukan dalam konsep keseimbangan “yin” dan “yang”.
Yin bermaksa sebgai sesuatu yang tertutup dan tidak diketahui, sedangkan Yang sebagai sesuatu yang terbuka dan diketahui. Daalam konteks ini, yin dan yang selalu berpasang-pasangan dalam menciptakan keseimbangan. Jika Yang digambarkan sebagai simbolik langit, siamh, matahari, jantan, api, aksi, kuat, gembira, dan lain-lain, maka yin pasti digambarikan sebgai bumi, mala, bulan, betina, air, pasif, lemah, susah, dan lain sebgainya.
Oleh karena itu keseimbangan yang digambarkan sebagia bentuk Yin dan Yang yang merupakan bentuk refleksi keseimbangan manusia dengan alam jika direnungkan lebih mendalam dapat bermakna filsafat hidup manusia. Dalam hal ini Yin disimbolkan sebgai bagian hitam, sementara Yang digambarkan dengan bagian putih, kedua warna tersebut kemudian disinergikan kedalam suatu lingkaran bulat dengan garis lengkung yang indah. Hakikat Yin ialah melengkapi Yang, sehingga menurut Lao Tse tiada ciptaan tanpa adanya kedua prinsip ini. Kedua prinsip ini pula lah yang selalu menjdi “ikon” bagi masyarakat Cina hingga saat ini.
Sumber: Aburaera, Sukarno dkk. 2013. Filsafat Hukum: Teori dan Praktek. Jakarta: Prenada Media.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar