KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT
yang telah memberikan segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan semaksimal mungkin, serta shalawat dan salam
semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Makalah ini di buat sebagai panduan
bagi mahasiswa dan untuk memenuhi tugas yang di berikan oleh dosen. Makalah ini
di buat dengan tujuan agar mahasiswa dapat mengerti tentang Kepribadian
Masyarakat dan Kebudayaan.
Dengan ini penulis banyak
menghaturkan terima kasih atas segala bantuan baik moril maupun materil kepada
semua pihak yang telah membantu sehingga penulisan makalah ini dapat
terselesaikan.
Akhirnya dengan segala
kerendahan hati, semoga segala kekurangan serta kesalahan yang melekat pada
penulisan makalah ini, penulis dapat mengharapkan kritik dan saran untuk
perbaikan makalah ini. Dan penulis berharap agar makalah ini dapat memberikan
manfaat seluas-luasnya bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.
Serang,
November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
3
BAB I PENDAHULUAN
4
1.1 Latar
Belakang
4
1.2 Rumusan Masalah
5
1.3 Tujuan
Masalah
5
BAB II PEMBAHASAN
6
2.1 Hakikat Kepribadian
6
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Manusia
13
2.3 Kebudayaan Dominan
23
2.4 Tipologi Manusia
25
BAB III PENUTUP
31
3.1 Kesimpulan
31
3.2
Saran
31
DAFTAR PUSTAKA
32
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar
Belakang
Manusia adalah makhluk
Tuhan yang paling sempurna diantara makhluk-makhluk yang lainnya. Manusia
secara prinsipil membedakan dirinya dengan makhluk lainnya seperti hewan.
Dilihat dari dimensinya, manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Individu diartikan sebagai pribadi. Setiap manusia yang dilahirkan telah
mempunyai potensi untuk menjadi berbeda dari yang lainnya, atau menjadi dirinya
sendiri. Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang bahwa manusia sebagai
makhluk sosial ketika manusia memiliki kemungkinan atau keinginan untuk bergaul
dengan lingkungannya, baik dengan lingkungan sosial maupun lingkungan alam.
Artinya, setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya
didalamnya terkandung unsur saling memberi dan menerima.
Manusia sebagai makhluk
sosial tidak bisa terlepas dari manusia lainnya dan lingkungan sosialnya. Dari
lingkungan sosialnya inilah manusia mendapatkan pengaruh, timbal-balik,
kebiasaan, tata cara dan yang terpenting adalah menyadari dirinya dan
lingkungannya. Berbagai faktor telah mempengaruhi manusia dan kepribadiannya
termasuk lingkungan budaya yang dianggap sebagai faktor dominan yang
mempengaruhi kepribadian. Bahkan ada anggapan yang menyatakan bahwa hampir seluruh
tindakan manusia merupakan kebudayaan. Sehingga kebudayaan telah mendominasi
seluruh aspek kehidupan manusia.
Dalam
kehidupan manusia yang sangat kompleks ini, manusia sendiri perlu menyadari dan
mengetahui tentang segala aspek yang berkaintan dengan manusia dan
kebudayaannya. Untuk itu, dalam makalah ini penulis mencoba memaparkan apa saja
faktor yang mempengaruhi kepribadian, kebudayaan dominan dan tipologi manusia
agar kita sebagai manusia bisa tau lebih dalam lagi tentang kepribadiaan dan
kebudayaan.
1.2Rumusan
Masalah
1.
Apa
Hakikat Kepribadian?
2.
Apa
Saja Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Manusia?
3.
Bagaimana
Terbentuknya Budaya Dominan?
4.
Apa
Saja Tipologi Manusia yang Ada?
1.3Tujuan
Masalah
1.
Untuk
Memenuhi Tugas
2.
Untuk
Mengetahui Apa Hakikat Kepribadian
3.
Untuk
Mengetahui Apa Saja Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Manusia
4.
Untuk
Mengetahui Bagaimana Terbentuknya Budaya Dominan
5.
Untuk
Mengetahui Apa Saja Tipologi Manusia yang Ada
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Hakikat Kepribadian
Dalam pembicaraan sehari—hari
kita sering mendengar digubanakannya istilah kepribadiaan atau istilah pribadi
penggunaan istilah tersebut, seringkali menunjukan pengertian yang berbeda dengan
yang dimaksud pengertian kepribadiaan dalam psikologi beberapa penggunaan
istilah kepribadiaan yang sering digunakan menurut Mohamad Surya (2014) dalam
pembicaraan sehari-hari antara lain sebagai berikut:[1]
1.
Kepribadian
Sebagai Suatu Yang Dimiliki Atau Tidak Dimiliki
Kepribadian
seringkali diartikan sebagai suatu yng dimiliki atau tidak dimiliki oleg
seseorang. Dalam pembicaraan sehari-hari kita sering mendengar ucapan “kantor A
mendapat kemajuan yang pesat karena dipimpin oleh seorang pemimpin yang
memiliki kepribadian, sedangkan kantor B menjadi kacau karena dipimpin oleh
seorang pemimpin yang kurang memiliki kepribadian”. Orang yang memiliki
kepribadiaan seringkali diartikan sebagai orang yang mempunyai pendirian yang
teguh, dapat bertindak tegas, konsekuen,dsb. Orang yang tidak memilki
sifat-sifat diatas, misalnya ragu-ragu bertindak, kurang tegas, gampang berubah
pikiran, kurang konsekuen, dsb.
2.
Kepribadian
Diartikan Sebagai: Kepribadiaan Yang Kaya (Lot Of Personality) Dan Kepribadiaan
Yang Gersang (No Personality)
Kepribadian
yang kaya seringkali diartikan sebagai suatu kepribadian yang memiliki
sifat-sifat: daya tarik terhadap orang lain terutama dalam pertemuan pertama,
tingkah laku yang menarik, sopan santun, serta sikap yang menyenangkan orang
lain, yaitu sifat-sifat yang memberikan kesan pertama yang baik. Kepribadian
yang gersang menunjukan kepada sifat tidak adanya kesan yang mendalam
membosankan, kurang semangat, dan mudah dilupakan orang lain.
3.
Kepribadian
Adalah Pengaruh Seseorang Keoada Orang Lain.
Keadaan
kepribadiaan seseorag dinilai dari pengaruhnya terhadap orang lain. orang yang
berpengaruh atau besar pengaruhnya terhadap orang lain adalah orang yang besar
kepribadiannya. Sedangkan orang yang kecil pengaruhnya atau tidak mempunyai
pengaruh terhadap orang lain adalah orang yang kecil kepribadiannya. Dapat kita
maklumi bahwa pengaruh seseorang itu seringkali dipengaruhi pula oleh jabatan,
ilmu atau hartanya dsb.
4.
Kepribadian
Diartikan Sebagai Sifat Agresif Atau Tidak Agresif.
Dalam
pengertian ini kepribadian diartikan sebagai pribadi kuat, pribadi lemah,
selalu ingin berkuasa, mengalah, menyerang dsb.
Pengertian
tersebut seringkali digunakan dalam pembicaraan sehari-hari yang dalam hal
tertentu ada benarnya akan tetapi dalam hal yang lain ada kurang
benrnyaterutama apabila ditinjau dari pengertian dalam psikologi.
5.
Kepribadian
Merupakan Jumlah Dari Sifat-Sifat Atau Ciri-Ciri Kepribadian
Individu
mempunyai sejumlah sifat-sifat atau ciri-ciri kepribadian seperti: periang,
pemarah, pemalu, sombong, pandai, cerdik, mudah bergaul, dermawan, terampil,
luwes, alim, dsb. Biasanya ciri-ciri kepribadian digolongkan kedalam ciri-ciri
fisik, intelektuan, sosial, moral,religi,
dsb. Ada ciri yang baik ada pula yang tidak baik, ada sifat yang positif ada
pula sifat yang negatif. Karena adanya sejumlah ciri-ciri tertentu pada
seseorang, kepribadian seringkali dipandang sebagai jumlah dari pada sifat atau
ciri-ciri tertentu. Cara mengartikan seperti inipun sebenarnya keliru sebab
sifat-sifat atau ciri-ciri tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan mempunyai
pertautan satu dengan lainnya. Suatu pertautan yang menyeluruh akan melahirkan
suatu gambaran, suatu lukisan tertentu. Kumpulan atau bahan bangunan belum
tentu dapat disebut rumah apabila tidak dalam kaitan satu dengan lainnya secara
fungsional. Demikian pula halnya dengan ciri-ciri kepribadian. Jadi yang betul
adalah bahwa kepribadian itu bukan jumlah ciri-ciri kepribadian melainkan
keseluruhan ciri-ciri yang mempunyai pertautan satu dengan lainnya secara
fungsional dan membentuk suatu kesatuan yang kemudian disebut kepribadian.
6.
Kepribadian
sebagai suatu benda
Kepribadian
adakalanya dipandang sebagai suatu benda, sesuatu yang ada atau tidak ada,
sesuatu yang meminta tempat, sesuatu yang dapat dilihat bentuknya, sesuatu yang
ada wujudnya, sesuatu yang ada didalam bahan. Kepribadian merupakan suatu
istilah yang menunjukan kepada aspek-aspek tingkah laku: bagaimana dan mengapa
seseorang berbuat, bagaimana dan mengapa seseorang merasa dan berfikir demikian. Kepribadian merupakan
istilah atau pengertian tentang suatu lukisan tingkah laku dan motif-motif
individu.
A.
Pengertian Kepribadian Secara
Etimologis
Pengertian kepribadian
merupakan terjemahan dari istilah dalam bahasa Inggris yaitu personality. Istilah ini berasal dari
bahas latin yaitu dari kata per dan sonare yang berarti topeng (mask) yang dipakai oleh para pemain
sandiwara. Tetapi istilah kata personality
juga berasal dari persona yang berarti pemain sandiwara (aktor); yaitu
orang yang memakai topeng pada waktu bermai sandiwara. Dengan demikian asal
kata personality mempunyai dua pengertian yaitu berarti pemain (aktor) atau
dapat pula berarti topeng atau mask yang dipakai oleh pemain sandiwara. Jadi
personalty dapat ditafsirkan sebagai suatu perwujudan perilaku seseorang yang
mungkin sebagai perilaku yang sebenarnya (subtansi) atau yang tidak sebenarnya
(memakai topeng).
B.
Pengertian Kepribadian Secara
Konseptual
Banyak para ahli psikologi
yang telah membuat definisi kepribadian secara konseptual. Diantara definisi
itu terdapat pernedaan sudut pandang. Dengan membandingkan berbagai definisi
kepribadian, Gardon & Allport (1937) telah membuat suatu definisi
kepribadian yang dipandang lebih konseptual dan komperhensif. Definisi tersebut
dirumuskan sebagai berikut ini. “ Personality is the dynamic organization wthin
the individual of those psychophysical systems that determine his unique
adjusments of his/her environment”. Atau kepribadian adalah suatu organisasi
yang dinamis dari sistem-sistem jasmani-rohani individual yang mencetuskan
penyesuaian dirinya secara unik terhadap lingkungan.
1.
Kepribadian
Merupakan Suatu Organisasi
Pengertian organisasi menunjukan
kepada keadaan, bahwa kepribadian terdiri atas sejumlah unsur-unsur yang
kompleks dan memerlukan penataan atau pengorganisasian. Unsur-unsur yang harus
diorganisasikan itu mempunyai suatu sistem untuk mengatur dan mempunyai suatu
pola hubungan fungsional. Didalam organisasi kepribadian, pola pengaturan itu
meliputi pola pengaturan tingkah laku, pola pengaturan dalam bereaksi dan
mereaksi, pola pengaturan dalam mengenal dan dikenal, dsb. Dengan perkataan
lain dapat pula dikatakan bahwa organisasi kepribadian tesebut merupakan
kesatu-paduan pola-pola pengaturan tingkah laku individu.
2.
Kepribadian
Bersifat Dinamis
Dinamis berarti hidup,
berubah, berkembang. Hal ini dapat kita maklumi karena: pertama, individu itu hidup dan berkembang. Dalam prosess perkembangannya
selalu terdapat perubaha-perubahan menuju kepada keadaan yang lebih sempurna. Kedua, bahwa individu itu selalu hidup
bersama orang lain dan selalu berinteraksi dengan individu yang lain.
sifat-sifat dan cara berinterkasi antar seorang individu dengan yang lain,
tidak selalu sama. Kedua hal tersebut diatas menuntut adanya dinamika dalam
pola-pola pengaturan tingkah laku. Dari pengertian tersebut diatas, maka
kepribadian mempunyai kemungkinan untuk berubah sesuai dengan lingkungan dan
dalam batas-batas pola-pola tertentu. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa
kepribadian tidak bersifat kaku dan stabil.
3.
Kepribadian
Meliputi Aspek Jasmani Dan Aspek Rohani
Kepribadian pada darnya
merupakan wadah bersatunya sistem-sistem jasmani dan rohani. Antara unsur
jasmani dan rohani terdapat hubungan fungsional yang sangat erat, dan tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Sistem jasmani mempengaruhi sistem
rohani dan sebaliknya. Apa yang terjadi dalam sistem jasmani misalnya
pencernaan, pernafasan, gerak tubuh dan sebagainya mempunyai kaitan yang erat
dengan sistem rohani seperti motivasi, mekanisme pertahanan diri, pola-pola
berfikir, interaksi sosial dsb. Kepribadian merupakan wadah dan penampang dari
kedua sistem tersebut.
4.
Kepribadian
Menentukan Penyesuaian Diri Secara Unik Terhadap Lingkungan
Pernyataan tersebut
mengandung makna bahwa kepribadian itu merupakan manifestasi dari adanya
kesatuan antara individu dengan lingkungan. Individu tidak dapat berdiri
sendiri secara terpisah, melainkan harus selalu berinterkasi dengan lingkungan.
Agar interaksi dengan lingkungan dapat berlangsung secara efektif, individu
dituntut untuk mampu membuat keseimbangan antara dirinya dengan tuntutan dan
tantangan lingkungan. Proses ini disebut penyesuaian diri. Kepribadian itu
cukup kompleks, dan lungkunganpun cukup kompleks pula. Keadaan ini menuntut
cara-cara berinteraksi secara unik artinya sesuai dengan keunikan masing-masing
individu tertentu berbeda dengan individu yang lain. dengan demikian
kepribadian itu membuat keunikan individu artinya tidak ada dua orang individu
atau lebih yang sama persis kepribadiannya.
C.
Pengertian Kepribadian Menurut Para
Ahli
Para ahli psikologi berusaha memberi
pengertian kepribadian yang bersifat psikologi berdasar kata persona, namun sampai sekaarang
para ahli psikologi kepribadian sendiri masih belum sepakat mengenai apa
sebenarnya definisi kepribadian, meskipun banyak definisi yang ditawarkan
selama ini, oleh karena itu menurut Allport (1959) salah satu tugas para ahli
adalah menyeleksi pengertian psikologis yang sesuai.
Menurut Hjelle & Ziegler (1981) perbedaan
pendapat mengenai definisi kepribadian tersebut terjadi berdasar teori
kepribadian yang dipahami, dan perbedaan antara teori kepribadian itu
memperlihatkan mengenai perbedaan pandangan asumsi-asumsi dasar manusia.
Selanjutnya dijelaskan bahwa meskipun terdapat perbedaan dalam perumusannya,
maka dibalik perbedaan rumusan tentang kepribadian tersebut sebagian besar
definisi yang disusun oleh para teoris psikologi kepribadiaan memilki beberapa
persamaan yang mendasar. Ada tiga kelompok definisi kepribadian dengan
ciri-ciri tertentu. Adapun ciri ketiga kelompok definisi tersebut adalah :
1.
Kepribadian
sebagai struktur hipotesis/organisasi perilaku yang diperoleh dari kesimpulan
hasil observasi perilaku
2.
Kepribadian
sebagai ciri khas individu (keunikan) yang dapat membedakan individu yang satu
dengan inndividu yang lainnya
3.
Kepribadian
merupakan hasil pembentukan dari faktor internal (genetis-biologis) dan faktor
eksternal (pengalaman, sosial, dan perubahan lingkungan).
Kimmel (dalam Pertiwi, 2001) mengatakan bahwa
meskipun terdaat beberapa definisi kepribadian yang berbeda, tapi hampir semua
teori tersebut menekankan definisi kepribadian pada tiga karakteritik utama,
yaitu:
1.
Kepribadian
merefleksikan keunikan individu sebagai person
2.
Teori-teori
kepribadian memfokuskan pada sifat-sifat inndividu yang cukup stabil selama
priode waktu yang lama dalam situasi yang berbeda-beda
3.
Kepribadian
dilihat sebagai hubungan antara individu dengan lingkungan fisik dan sosialnya,
dalam pengertia bahwa kepribadian tersebut merefleksikan pola-pola/cara-cara
individu beradaptasi dengan lingkungan.
4.
Atkinson (dalam Haryanthi, 2001) menjelaskan
bahwa kepribadian merupakan pola perilaku dan cara berpikir yang khas, yang
menentukan penyesuaian diri individu terhadap lingkungan. Kepribadian mencakup
umum yang dapat diamati oleh orang lain dan kepribadian yang terdiri dari
pikiran dan pengalaman yang jarang diungkapkan.
Koentjaraningrat mengatakan bahwa susunan
unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan
dari tiap-tiap individu manusia disebut “kepribadian” atau personality.[2]
Allport (dalam Smith, 1968) mendefinisikan
kepribadian sebaagai organisasi dinamis didalam diri individu yang terdiri atas
sistem psikofisik yang menentukan penyesuaian individu yang unik dalam
lingkungannya. Setiap bagian definisi dipilih atas alasan tertentu yang membuat
definidsi tersebut menjadi jelas dan dipahami dengan tepat. Organisasi dinamis
menunjukan suatu perubahan dan perkembangan dalam kepribadian, yang menekankan
bahwa perubahan dapat terjadi dalam kualitas perilaku seseorang. Sistem
psikofisik menunjukan kebiasaan, sikap, nilai, keyakinan, keadaan emosional,
perasaan dan motif yang bersifat psikologis tetapi juga mempunyai dasar fisik
secara umum. Unik berarti bahwa penyesuaian setiap orang bersifat khusus baik
dari segi tempat, waku dan kualitas. Penyesuaian terhadap lingkungan menunjukan
bahwa kepribadian merupakan modul pertahanan hidup. Penyesuaian tidak sekedar
reaksi, tetapi juga mengandung sejumlah prilaku spontan yang kreatif terhadap
lingkungan. Jadi pengertian kepribadian dilihat oleh orang lain dari diri
individu.
Feist (1985) menjelaskan bahwa kepribadian
secara umum menunjuk pada sifat, pembawaan lahir, atau karakteristik individu
yang relatif konsisten dengan perilaku individu. Sifat mungkin khas dan umum
untuk beberapa kelompok, tetapi pola mereka berbeda masing-masing individu.
Sementara Eysenck (Eysenck & Wilson,
1976), tokoh psikologi yang mengembangkan kepribadian extrovert dan introvert memberikan
pengertian kepribadian sebagai keseluruhan pola perilaku, baik yang aktual
maupun yang potensial dari organisme yang ditentukan oleh pembawaan dan
lingkungan yang bersal dan berkembang melalui interaksi fungsional dari empat
sektor utama, yaitu kognitif, konatif (karakter), afektif (temperamen), dan
somatik (konstitusi).
Jadi dapat disimpulkan bahwa kepribadian
merupakan suatu bentuk pola perilaku individu yang secara khas hanya ada dalam
dirinya dan membedakan dirinya dengan individu yang lainnya. Kepribadian telah
tertanam sejak individu mulai mengadakan kontak sosial dengan individu lainnya
sehingga kepribadian bersifat konsisten
dalam waktu yang lama karena sudah terbentuk sejak awal dan bersifat
luwes karena dapat dipengaruhi berupa faktor dari luar yaitu lingkungan sosial.
2.2 Faktor yang
Mempengaruhi Kepribadian Manusia
Menurut Mohamad Surya dalam
bukunya Psikologi Guru Aplikasi dan Konsep, bukan hanya pengertian kepribadian
yang disalah artikan oleh masyarakat umum atau masyarakat awam. Tetapi,
faktornyapun sering menjadi kesalahpahaman, sehingga masyarakat menyimpulkan
sebagai berikut:
Kepribadiaan adalah semata-mata hasil kebudayaan. Pengaruh
kebudayaan terhadap kepribadian seseorang dapat kita pahami dan kita lihat.
Kalau kita perhatikan sifat-sifat dan kebiasaan orang-orang yang nerasal dari
satu daerah, cenderung akan mempunyai banyak kesamaan dalam cara berperilaku,
adat kebiasaan, bahasa, cara berfikir, dsb. Kebudayaan dan pengaruh sosial
merupakan faktor-faktor yang besar peranannya dalam perkembangan kepribadian.
Kalau dilihat dari segi ini memang kepribadian seolah-olah sangat ditentukan
oleh faktor sosial dan kebudayaan. Akan tetapi kalau meninjau lebih jauh,
sebenarnya ada faktor lain yang terlupakan yaitu faktor pembawaan atau
heriditas. Faktor pembawaan ini merupakan modal dasar bagi pembentukan
kepribadian dan tidak bisa hilang karena pengaruh kebudayaan. Oleh karena itu
sangatlah keliru apabila mengartikan kepribadiaan itu semata-mata hasil
pengaruh sosial dan budaya, karena unsur sosial-budaya hanya merupakan salah
satu faktor saja dalam pembentukan kepribadiaan.
Kepribadian ditentukan oleh faktor jasmaniah. Kehidupan
individu dipengaruhi oleh faktor jasmaniahnya. Dapat kita perkirakan apa yang
akan dialami seseorang bila otaknya terganggu, jantungnya tidak normal,
pertumbuhan anggota mengalami gangguan, alat indranya tidak normal, dsb. Tetapi
walaupun seluruh organ tubuhnya normal atau sehat tetapi ada kalanya individu
tetap menderita sesuatu seperti tidak enak makan, susah tidur, diliputi
perasaan cemas, gelisah, khawatir, takut pada sesuatu yang tidak jelas dsb. Hal-hal
tersebut menunjukan adanya gejala gangguan mental yang disebabkan oleh
faktor-faktor selain jasmaniah. Dengan demikian adalah keliru apabila
mengartikan bahwa kepribadian semata-mata ditentukan oleh faktor jasmaniah,
sebab masih ada faktor lain yaitu faktor mental.[3]
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kepribadian manusia sangat beragam macamnya jika kita lihat dari
berbagai perspektif para ahli. Dari para ahli yang satu ke para ahli yang lain,
dan dari sumber yang satu ke sumber yang lain, faktor-faktor yang di rincikan
jauh berbeda, namun ada juga yang hampir sama dan mendekati. Dalam makalah ini
penulis akan memaparkan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian
dari berbagai sumber yang penulis ambil.
Secara garis
besar ada dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kepribadian, yaitu
faktor hereditas (genetika) dan
faktor lingkungan (environment).
A. Faktor Genetika (Pembawaan)
Pada masa
konsepsi, seluruh bawaan hereditas individu dibentuk dari 23 kromosom dari ibu,
dan 23 kromosom dari ayah. Dalam 46 kromosom tersebut terdapat beribu-ribu gen
yang mengandung sifat fisik dan psikis individu atau yang menentukan
potensi-potensi hereditasnya. Dalam hal ini, tidak ada seorang pun yang mampu
menambah atau mengurangi potensi hereditas tersebut.
Pengaruh gen
terhadap kepribadian, sebenarnya tidak secara langsung, karena yang dipengaruhi
gen secara tidak secara langsung adalah (1) kualitas sistem syaraf, (2)
keseimbangan biokoimia tubuh, dan (3) struktur tubuh.
Lebih lanjut
dapat dikemukakan, bahwa fungsi hereditas dalam kaitannya dengan perkembangan
kepribadian adalah (1) sebagai sumber bahan mentah kepribadian seperti fisik,
intelegensi, dan temperamen (2) membatasi perkembangan kepribadian dan
mempengaruhi keunikan kepribadian.
Dalam kaitan ini
Cattel dkk., mengemukakan bahwa “kemampuan belajar dan penyesuaian diri
individu dibatasi oleh sifat-sifat yang inheren dalam organisme individu itu
sendiri”. Misalnya kapasitas fisik (perawakan, energy, kekuatan, dan
kemenarikannya), dan kapasitas intelegtual (cerdas, normal, atau terbelakang).
Meskipun begitu batas-batas perkembangan kepribadian, bagaimanapun lebih besar
dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Contohnya:
seorang anak laki-laki yang tubuhnya kurus, mungkin akan mengembangkan “self concept” yang tidak nyaman, jika dia berkembang dalam
kehidupan sosial yang sangat menghargai nilai-nilai keberhasilan atletik, dan
merendahkan keberhasilan dalam bidang lain yang diperolehnya. Sama halnya
dengan wanita yang wajahnya kurang, dia akan merasa rendah diri apabila berada
dalam lingkungan yang sangat menghargai wanita dari segi kecantikan fisiknya.
Ilustrasi
diatas menunjukkan, bahwa hereditas sangat mempengaruhi “konsep diri” individu
sebagai dasar sebagai individualitasnya, sehingga tidak ada orang yang
mempunyai pola-pola kepribadian yang sama, meskipun kembar identik.
Menurut C.S.
Hall, dimensi-dimensi temperamen : emosionalitas, aktivitas, agresivitas, dan
reaktivitas bersumber dari plasma benih (gen) demikian halnya dengan
intelegensi.
Untuk mengetahui
bagaimana pengaruh hereditas terhadap kepribadian, telah banyak para ahli yang
melakukan penelitian dengan menggunakan metode-metode tertentu. Dalam kaitan
ini, Pervin (1970) mengemukakan penelitian-penelitian tersebut.
a. Metode Sejarah (Riwayat) Keluarga
Galton (1870)
telah mencoba meneliti kegeniusan yang dikaitkan dengan sejarah keluarga.
Temuan penelitiannya manunjukkan bahwa kegeniusan itu berkaitan erat dengan
keluarga. Temuan ini bukti yang mendukung teori hereditas tentang kegeniusan individu.
b. Metode Selektivitas Keturunan
Tryon (1940)
menggunakan pendekatan ini dengan memilih tikus-tikus yang pintar, cerdas “bright”, dengan yang bodoh “dull”. Ketika tikus-tikus dari kedua
kelompok tersebut dikawinkan, ternyata keturunannya mempunyai tingkat
kecerdasan yang berdistribusi normal.
c. Penelitian terhadap Anak Kembar
Newman,
Freeman, dan Halzinger (1937) telah meneliti kontribusi hereditas yang sama
terhadap tinggi dan berat badan, kecerdasan dan kepribadian. Mereka menempatkan
19 pasangan kembar identik dalam pemeliharaan yang terpisah, 50 pasangan kembar
identik dalam pemeliharaan yang sama, dan 50 pasangan kembar “fraternal” dalam pemeliharaan yang sama
juga.
Hasilnya
menunjukkan bahwa kembar identik yang dipelihara terpisah memiliki kesamaan
satu sama lainnya dalam tinggi dan berat badan, serta kecerdasannya.
Demikian juga
kembar identik yang dipelihara bersama-sama, ternyata lebih mempunyai kesamaan
dari pada kembar “faternal”.
d. Keragaman Konstitusi (Postur) Tubuh
Hippocrates menyakini
bahwa temperamen manusia dapat dijelaskan bardasarkan cairan-cairan tubuhnya.
Kretsvhmer telah mengklasifikasikan postur tubuh individu pada tiga tipe utama,
dan satu tipe campuran. Pengklasifikasian ini didasarkan pada penelitiannya
terhadap 260 orang yang dirawatnya. Berikut ini adalah tipe pengklasifian tubuh
menurut Kretschmer.
1) Tipe Piknis
(Stenis): pendek, gemuk, perut besar, dada dan bahunya bulat.
2) Tipe Asthenis
(Leptoshom): tinggi dan ramping, perut kecil, dan bahu sempit.
3) Tipe Atletis:
postur tubuhnya harmonis (tegap, bahu lebar, perut kuat, otot kuat).
4) Tipe Displastis:
tipe penyimpangan dari tiga bentuk di atas.
Tipe-tipe ini
berkaitan dengan: (1) gangguan mental, seperti tipe piknis berhubungan dengan
manik depresif, dan asthenis. (2) karaktritis individu yang normal, seperti
tipe piknis mempunyai sifat-sifat bersahabat dan tenang, sedangkan asthenis
bersifat serius, tenang dan senang menyendiri.
B. Faktor Lingkungan
Faktor
lingkungan yang mempengaruhi kepribadian diantaranya keluarga, kebudayaan, dan
sekolah.
a. Keluarga
Keluarga
dipandang sebagai penentu utama dalam pembentukan kepribadian anak. Alasannya
adalah (1) keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat
identifikasi anak, (2) anak banyak menghabiskan waktunya di lingkungan
keluarga, dan (3) para anggota keluarga merupakan “significant people” bagi pembentukan kepribadian anak.
Baldwin dkk.
(1945), telah melakukan penelitian tentang pengaruh pola asuh orang tua
terhadap kepribadian anak. Pola asuh orang tua itu ternyata ada yang demokratis
dan juga authoritarian. Orang tua yang demokratis ditandai dengan prilaku (1)
menciptakan iklim kebebasan, (2) bersikap respek terhadap anak, (3) objektif,
dan (4) mengambil keputusan secara rasional.
Anak yang dikembangkan
dalam iklim demokratis cenderung memiliki cirri-ciri kepribadian: labih aktif,
lebih bersikap sosial, lebih memiliki harga diri, dan lebih konstruktif
dibandingkan dengan anak yang dikembangkan dalam iklim authoritarian.
b. Kebudayaan
Kluckhohn
berpendapat bahwa kebudayaan meregulasi (mengatur) kehidupan kita dari mulai
lahir sampai mati, baik disadari maupun tidak disadari. Kebudayaan mempengaruhi
kita untuk mengikuti pola-pola perilaku tertentu yang telah dibuat orang lain
untuk kita.
Sehubungan
dengan pentingnya kebudayaan sebagai faktor penentu kepribadian, muncul
pertanyaan: Bagaimana tipe dasar kepribadian masyarakat itu terjadi? Dalam hal
ini Linton (1945) mengemukakan tiga prinsip untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Tiga prinsip tersebut adalah (1) pengalaman kehidupan dalam awal keluarga, (2)
pola asuh orang tua terhadap anak, dan (3) pengalaman awal kehidupan anak dalam
masyarakat.
c. Sekolah
Lingkungan sekolah dapat mempengaruhi kepribadian
anak. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi di antaranya sebagai berikut:
1) Iklim emosional
kelas.
2) Sikap dan prilaku
guru.
3) Disiplin.
4) Prestasi belajar.
5) Penerimaan teman
sebaya.
Dari penjelasan
di atas, ada juga faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian seseorang, yaitu
faktor internal dan eksternal.
1. Faktor Internal
Faktor internal
adalah faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Faktor internal
ini biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan. Faktor genetis maksudnya
adalah faktor yang berupa bawaan sejak lahir dan merupakan pengaruh keturunan
dari salah satu sifat yang dimiliki oleh salah satu dari kedua orang tuanya
atau bisa jadi gabungan atau kombinasi dari sifat kedua orang tuanya. Oleh
karena itu, sering kita mendengar istilah “
buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya”. Misalnya, sifat mudah marah yang
dimiliki oleh sang ayah bukan tidak mungkin akan menurun pula pada anaknya.
2. Faktor Eksternal
Faktor
eksternal adalah faktor yang berasal dari luar orang tersebut. Faktor eksternal
ini biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan seseorang mulai
dari lingkungan terkecilnya, yakni keluarga, teman tetangga, sampai dengan
pengaruh dari barbagai madia audiovisual seperti TV, VCD dan internet, atau
media cetak seperti koran, majalah dan lain sebagainya.
Lingkungan
keluarga, tempat seorang anak tumbuh dan berkembang akan sangat berpengaruh
terhadap kepribadian seorang anak. Terutama dari cara orang tua mendidik dan
membesarkan anaknya. Sejak lama peran sebagai orang tua sering kali tidak
dibarengi oleh pemahaman mendalam tentang kepribadian. Akibatnya, mayoritas
orang tua hanya bisa mencari kambing hitam bahwa si anaklah yang tidak beres
ketika terjadi hal-hal negatif mengenai prilaku keseharian anaknya. Seorang anak
yang memiliki prilaku demikian sesungguhnya meniru cara berpikir dan perbuatan
yang sengaja atau tidak sengaja yang dilakukan oleh orang tua mereka. Contoh
orang tua sering memerintahkan anaknya, “
tolong nanti kalau ada telepon, bilang ayah dan ibu sedang tidak ada dirumah,
karena ayah dan ibu akan tidur “. Peristiwa ini adalah suatu pendidikan
kepada anak bahwa berbohong boleh atau halal dilakukan. Akibatnya anak juga
melakukan prilaku bohong kepada orang lain termasuk pada orang tua yang
mencontohinya. Jika perbuatan bohong yang dilakukan anak memperoleh kepuasan
atau kenikmatan, minimal tidak memperoleh hukuman, maka perbuatan bohong itu
akan dikembangkan lebih lanjut oleh anak tersebut. Bahkan mungkin saja daya bohong itu akan
menjadi suatu kesenangan dan dapat juga menjadi suatu keahlian yang
lama-kelamaan menjadi kepribadiannya. Demikian juga prilaku positif dan negatif
lain yang terperaktikkan di lingkungan rumah.
Menurut Levine
(2005) menjadi orang tua sesungguhnya merupakan proses yang dinamis. Situasi
keluarga acap kali berubah. Tidak ada yang bersifat mekanis dalam proses
tersebut. Akan tetapi, dengan memahami bahwa kepribadian mengaktifkan energy,
mengembangkan langkah demi langkah, serta menyadari semua implikasi setiap
langkah terhadap diri anak, para orang tua secara perlahan akan mampu menumpuk
rasa percaya diri pada diri anak.
Selanjutnya,
Levine (2005) menegaskan bahwa kepribadian orang tua akan berpengaruh terhadap
caraorang tua tersebut dalam mendidik dan membesarkan anaknya yang pada
gilirannya juga berpengaruh pada kepribadian si anak tersebut. Ada Sembilan
tipe kepribadian orang tua dalam membesarkan anaknya yang juga dapat
berpengaruh pada kepribadian si anak, yaitu sebagai berikut :
a. Penasihat moral, terlalu menekankan pada perincian,
analisis dan moral.
b. Penolong, terlalu mengutamakan kebutuhan anak
dengan mengabaikan akibat dari tindakan si anak.
c. Pengatur, selalu ingin bekerja sama dengan si
anak dan menciptakan tugas-tugas yang akan membantu memperbaiki keaadan.
d. Pemimipin, selalu berupaya untuk selalu
berhubungan secara emosional dengan anak-anak dalam setiap keadaan dan mencari
solusi kreatif bersama-sama.
e. Pengamat, selalu mencari sudut pandang yang
menyeluruh, berupaya mengutamakan objektifitas dan perspektif.
f. Pencemas, selalu melakukan tanya jawab mental dan
terus bertanya-tanya , ragu-ragu dan memiliki gambaran terburuk bahkan meraka
sampai yakin bahwa anak merka benar-benar memahami situasi.
g. Penghibur, selalu menerapakan gaya yang selalu
santai.
h. Pelindung, cenderung untuk mengambil alih
tanggung jwab dan bersikap melindungi, berteriak pada si anak akan tetapi
kemudian melindunginnya dari ancaman yang datang.
i. Pendamai, dipengaruhi kepribadian mereka yanag
selalu menghindar dari konflik.
Berdasarkan
Sembilan kepribadian orang tua dalam mendidik anakanya secara moralitas, maka
tampaknya tiga tipe yang sejalan dalam pembentukan kepribadian melalui
peningkatan pertimbangan moral, yaitu tipe pengatur, pengamat dan pencemas.
Pembentukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral menghendaki
orang tua di lingkungan rumah tangga bertindak sebagai teman yang dapat bakerja
sama dengan anak-anak mereka dalam menyelesaikan segala tugas guna memperbaiki
keadaan sosial maupun fisik. Kepribadian orang tua sebagai pengamat yang
menggunakan sudut pandang menyeluruh dan objektif akan membantu cara berpikir
moral anak kearah yang luas, objektif, dan menyeluruh.
Demikian juga,
kepribadian orang tua tipe pencemas yang selalu membawa anak untuk berdiskusi,
bertanya jawab, dan mengajak berpikir dalam menghadapi tantangandan konflik
adalah sejalan dengan teori perkembangan moral kognitif dalam peningkatan
perkembangan moral guna pembentukan kepribadian yang baik bagi anak-anak.
Dari beberapa
uraian di atas muncul tiga aliran utama yang saling bertentangan mengenai
fenomena tentang faktor kepribadian, yaitu :
1. Aliran
Nativisme
Aliran ini dipelopori oleh Schoupenhouer yang
berpendapat bahwa faktor pembawaan itu lebih kuat dari pada faktor yang datang
dari luar. Aliran ini didukung oleh aliran Naturalisme yang ditokohi oleh J.J.
Rousseau yang berpendapat bahwa: segala yang suci dari tangan tuhan, rusak di
tangan manusia. Anak manusia itu sejak lahir, ada di dalam keadaan yang suci,
tetapi karena dididik oleh manusia, malah menjadi rusak. Ia bahkan kenal dengan
segala macam kejahatan, penyelewengan, korupsi, mencuri, dan sebagainya.
2. Aliran
Empirisme
Aliran ini dipelopori oleh jhon locke,
dengan tabula rasanya. Aliran Empieisme berpendapat bahwa anak sejak lahir,
masih bersih seperti tabula rasa, dan baru akan berisi bila ia menerima sesuatu
dari luar, lewat alat inderanya. Karena itu pengaruh dari luarlah yang lebih
kuat daripada pembawaan manusia.
Aliran ini diperkuat oleh J.F. Herbart dengan teori
psikologi asosiasinya, yang berpendapat bahwa jiwa manusia sejak dilahirkan itu
masih kosong. Baru akan berisi apabila alat indranya telah dapat menangkap
sesuatu, yaitu jiwa. Di dalam kesadaran ini, hasil tangkapan itu tadi
meninggalkan bekas. Bekas ini disebut tanggapan. Makin lama alat indera yang
dapat menangkap rangsangan dari luar ini makin banyak dan semuanya itu
meninggalkan tanggapan. Di dalam tanggapan ini saling tarik menarik dan tolak
menolak. Yang bertarik menarik adalah tanggapan yang sejenis, sedangakan tolak
menolak adalah tanggapan yang tidak sejenis.
3. Aliran
Convergensi
Aliran ini dipelopori oleh itu W. Stern, mengajukan teorinya,
yang terkenal dengan teori perpaduan, atau teori convergensi, yang berpendapat
bahwa kekuatan itu sebenarnya berpadu menjadi satu. Keduanya saling memberikan
pengaruh. Bakat yang ada pada anak, ada kemungkinan tidak akan berkembang kalau
tidak dipengaruhi oleh segala sesuatu yang ada disekitar lingkunganya. Demikian
pula pengaruh dari lingkungan juga tidak akan berfaedah apabila tidak ada yang
menanggapi di dalam jiwa manusia.
2.3 Kebudayaan Dominan
Dominan yaitu
merujuk pada kekuatan (sosial, ekonomi dan politik) yang berlebih yang dimiliki
satu satuan sosial (dibandingkan dengan yang lainnya). Berdasarkan konsep dominan,
maka kita memahami bahwa (setiap) interaksi sosial yang berlangsung (di antara)
anggota masyarakat, pada hakekatnya merupakan hubungan / interaksi antara
kekuatan.
Hipotesis Kebudayaan
Dominan (E.M. Bruner) terdiri atas tiga unsur yang berdiri sendiri, namun
saling berhubungan satu dengan yang lain yaitu:
1. Demografi sosial ( rasio populasi, tingkat
heterogenitas)
2. Kemantapan atau dominasu kebudayaan setempat
3.
Keberadaan dan kekuatasn sosial dan pendistribusiannya
Salah satu ciri
utama dan ada atau tidak adanya kebudayaan dominan dalam sebuah masyarakat
ialah adanya aturan-aturan main atau konvensi sosial dalam saling berhubungan
yang keberadaannya diakui dan digunakan oleh para pelaku dan berbagai kelompok
suku bangsa yang hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Dalam masyarakat dengan
kebudayaan dominan, para pelaku dan kelompok-kelompok suku bangsa yang tidak
dominan menyesuaikan diri dengan dan tunduk pada aturan-aturan main yang
ditetapkan oleh masyarakat setempat yang dominan. Dalam masyarakat yang tidak
mengenal adanya kebudayaan dominan, aturan-aturan main terwujud melalui tawar
menawar kekuatan sosial yang dihasilkan dan proses-proses interaksi sosial yang
berlangsung dari waktu ke waktu dan dan generasi ke generasi. Aturan main yang
telah mantap yang menjadi acuan bagi kelakuan yang layak dan harus ditunjukkan
di tempat-tempat umum dikontrol dan diwasiti oleh masyarakat setempat sebagai
benar atau salah dan waktu ke waktu.
Untuk lebih
memahami lagi tentang kebudayaan dominan, penulis menyisipkan contoh kebudaan
dominan “Orang Jawa di Bandung” dari salah satu sumber, sebagai berikut:
Diketahui
bahwa para migran Jawa di kota tersebut cenderung untuk menjadi seperti orang
Bandung dalam upaya mereka untuk menaati aturan yang berlaku di tempat¬tempat
umum. Ini berlaku, terutama, dalam kehidupan orang Jawa yang tergolong menengah
dan bawah. Mereka ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial di kampung tempat
meneka tinggal, sehingga terdapat kesan bahwa mereka itu berusaha untuk dapat
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dan kehidupan masyarakat setempat yang
berkebudayaan Sunda. Dalam kehidupan keluarga, mereka juga cenderung
menggunakan kebudayaan dan bahasa Sunda. Anak-anak mereka yang dilepaskan oleh
orang tua untuk dapat bergaul bebas dengan teman-teman di lingkungan sekolah
dan tetangga di kampung kota Bandung cenderung lebih fasih berbahasa dan
berkelakuan seperti orang Sunda daripada sebagai anak orang Jawa. Anak-anak
tersebut cenderung mengidentifikasi diri mereka sebagai orang Bandung. Kalau
ditanya apakah orang tua mereka itu orang Bandung, baru mereka menjawab bahwa
mereka itu mempunyai orang tua asal Jawa.
Hubungan
antara orang-orang Sunda dan orang-orang Jawa memperlihatkan keteraturan sosial
yang berlaku. Walaupun konflik juga terjadi di antara mereka yang berasal dan
Jawa dengan penduduk setempat, tetapi konflik tersebut tidak menyebabkan
diaktifkannya suku bangsa sebagai acuan bagi penggalangan solidaritas sosial
untuk saling memusuhi dan mengalahkan. Hal itu disebabkan adanya aturan main
yang ditetapkan dalam kehidupan sosial yang disetujui bersama dan diikuti
sebagaimana seharusnya. Begitu juga halnya dengan pelaku orang Jawa yang
terlibat dalam konflik yang lebih menonjolkan jati dirinya sebagai perorangan
(bila yang bersangkutan adalah pendatang Jawa) atau sebagai orang Bandung dan
kampung setempat (bila yang bersangkutan kelahiran Bandung).
Sebaliknya,
mereka yang tergolong dalam golongan sosial atas atau golongan elite Jawa dan
keluarga perwira tinggi militer mempunyai kecenderungan untuk tetap
mempertahankan jati diri mereka yang Jawa, di samping jati diri kosmopolitan
atau modern yang mereka adopsi. Mereka dapat mempertahankan kesuku¬bangsaan
mereka yang Jawa, karena kehidupan sehari-hari mereka dapat terbebas dan
keharusan untuk tunduk dan mengikuti aturan aturan main yang berlaku menurut
kebudayaan Sunda yang dominan di tempat-tempat umum. Mereka mempunyai kekuatan
sosial, karena posisi sosial, ekonomi, dan politik yang berada di luar
jangkauan ruang lingkup kebudayaan Sunda di Bandung.
Bahkan
pada waktu tokoh-tokoh masyarakat Sunda di Bandung merasakan adanya dominasi
kebudayaan Jawa pada 1969-1970, mereka tidak memusuhi orang-orang Jawa yang
dalam kenyataannya telah menjadi seperti orang Bandung, atau menjadi orang
Bandung. Yang mereka musuhi adalah kebudayaan Jawa, yaitu sebuah kategori lawan
yang abstrak yang mereka tentang secara abstrak pula. Yang mereka lakukan
adalah mendirikan perkumpulan-perkumpulan kesenian dan penggalian nilai-nilai
budaya Sunda. Mereka berusaha membangkitkan dan menghidupkan kembali ide
tentang ke-Sundaan melalui perkumpulan-perkumpulan yang jumlahnya lebih dan
seratus buah untuk menentang masuk dan digunakannya aturan-atunan yang ada
dalam kebudayaan Jawa dalam tata kehidupan di Bandung.
Dari
artikel diatas dapat penulis simpulkan bahwa kebudayaan dominan “Orang Jawa di
Bandung” mempunyai aturan main tersendiri. Para imigran Jawa yang mematuhi dan
tunduk terhadap masyarakat Bandung sebagai dominasi, juga telah menyesuaikan
diri dan melebur kedalam kebudayaan dominan di kota Bandung.
2.4 Tipologi Manusia
A. Pengertian Tipologi
Dalam perilaku dan kepribadian manusia antara lain menghasilkan pengetahuan
yang disebut tipologi. Tipologi adalah pengetahuan yang berusaha menggolongkan
manusia menjadi tipe-tipe tertentu atas dasar faktor-faktor tertentu, misalnya
karakteristik fisik, psikis, pengaruh dominant nilai-nilai budaya dan sebagainya.
B. Macam-macam Tipologi.
1. Tipologi Konstitusi
Tipologi konstitusi merupakan tipologi yang dikembangkan atas dasar aspek
jasmaniah. Dasar pemikiran yang dipakai para tokoh tipologi konstitusi adalah
bahwa keadaan tubuh, baik yang tampak berupa bentuk penampilan fisik maupun
yang tidak tampak, misalnya susunan saraf, otak, kelenjar kelenjar, darah,
menentuan ciri pribadi seseorang.
Ada beberapa ahli yang telah mengembangkan tipologi konstitusi, diantaranya
: Hippocrates dan Gelenus, De Giovani, Viola, Sigaud, Sheldon, dst. Uraian
berikut hanya menyajikan beberapa tipologi konstitusi.
a.Tipologi Hippocates Gallenus
Tipologi ini dikembangkan Gallenus berdasarkan pemikiran Hippocates.
Hippocrates (460-370 Sm) terpengaruh oleh pandangan Empedocles, bahwa alam
semesta beserta isinya ini tersusun dari 4 unsur dasar yaitu : tanah (kering),
air (basah), udara (dingin), dan api (panas).
Berdasarkan pandangan Empedocles tersebut, selanjutnya Hippocrates
menyatakan bahwa bahwa di dalam tubuh setiap orang terdapat 4 macam cairan yang
memiliki sifat seperti keempat unsur alam. yaitu :
a. sifat kering dimiliki oleh
chloe atau empedu kuning,
b. sifat basah dimiliki olehm
elanchole atau empedu hitam,
c. sifat dingin terdapat padap
hlegma atau lendir,
d. dan sifat panas dimiliki
olehsanguis atau darah.
Menurut Hippocrates, keempat jenis cairan ini ada dalam tubuh dengan
proporsi yang tidak selalu sama antara individu satu dengan lainnya. Dominasi
salah satu cairan tersebut yang menyebabkan timbulnya ciri-ciri khas pada
setiap orang.
Selanjutnya Galenus menyatakan bahwa cairan-carairan tersebut berada dalam
tubuh manusia dalam proporsi tertentu. Dominasi salah satu cairan terhadap
cairan yang lain mengakibatkan sifat-sifat kejiwaan yang khas. Sifat-sifat
kejiwaan yang khas ada pada seseorang sebagai akibat dominannya salah satu
cairan tubuh tersebut oleh Galenus disebutnya temperamen.
b.Tipologi Viola
Viola, seorang ahli dari Italia, mengemukakan tipologi yang didasarkan pada
bentuk tubuh sebagaimana telah dilakuakn penelitian oleh De Giovani. Atas dasar
aspek tersebut Viola mengemukakan tiga golongan atau tipe bentuk tubuh manusi,
yaitu :
1) Tipe Microsplanchnis, yaitu
bentuk tubuh yang ukuran menegaknya lebih dari pada perbandingan biasa,
sehingga yang bersangkutan kelihatan jangkung.
2) Tipe Macrosplanchnis yaitu bentuk tubuh yang ukuran mendatarnya lebih dari
pada perbandingan biasa, sehingga yang bersangkutan kelihatan pendek.
3)
Tipe Normosplanchnis, yaitu
bentuk tubuh yang ukuran menegak dan mendatarnya selaras, sehingga tubuh
kelihatan selaras pula.
c. Tipologi Sigaud
Sigaud, seorang ahli psikologi
dari Perancis, menyusun tipologi manusia berdasarkan 4 macam fungsi tubuh,
yaitu : motorik, pernafasan, penecernaan, dan susunan saraf sentral. Dominasi
salah satu fungsi tubuh tersebut menentukan tipe kepribadian. Atas dasar
pandangan di atas kemudian Sigaud menggolongkan manusia menjadi 4 tipe, yaitu :
1) Tipe muskuler
Tipe ini dimiliki oleh orang
fungsi motoriknya paling menonjol dibanding fungsi tubuh yang lain, dengan
cirri khas : tubuh Psikologi Kepribadian kokoh, otott-otot berkembangan
dengan baik, dan organ-oragan tubuh berkembang secara selaras.
2) Tipe respiratoris
Tipe ini ada pada orang yang
memiliki fungsi pernafasan yang kuat dengan ciri-ciri : muka lebar serta thorax
dan leher besar.
3) Tipe digestif
Tipe digestif terdapat pada orang
yang memiliki fungsi pencernaan yang kuat dengan cirri-ciri : mata kecil,
thorax pendek dan besar, rahang serta pinggang besar.
4) Tipe cerebral
Tipe keempat dari tipologi Sigaud
ada pada orang yang memiliki susunan saraf sentral yang kuat disbanding fungsi
tubuh lainnya dengan ciri-ciri : dahi menonjol ke depan dengan rambut ditengah,
mata bersinar, daun telinga lebar, serta kaki dan tangan kecil.
d. Tipologi Sheldon
Sheldon berpendapat bahwa ada tiga komponen jasmaniah yang mempengaruhi
bentuk tubuh manusia, yaitu : endomorphy, mesimorphy, dan ectomorphy.
Istilah-istilah tersebut oleh Sheldon dikembangkan dari istilah yang
berhubungan dengan terbentuknya foetus manusia, lapisan endoderm, mesoderm, dan
ectoderm. Menurut Sheldon dominasi dari dari salah satu lapisan tersebut akan
menyebabkan kekhasan terhadap bentuk tubuh. Dengan demikian maka ada 3 tipe
manusia berdasarkan bentuk tubuhnya, yaitu :
1) Tipe endomorph
2) Tipe mesomorph
3) Tipe ectomorph
2. Tipologi Temperamen
Tipologi temperamen merupakan tipologi yang disusun berdasarkan
karakteristik segi kejiwaan. Dasar pemikiran yang dipakai para tokoh yang
mengembangkan tipologi temperamen adalah bahwa berbagai aspek kejiwaan
seseorang seperti : emosi, daya pikir, kemauan, dst. Menentukan karakteristik
yang bersangkutan. Yang tergolong tipologi jenis ini antara lain : tipologi Plato,
tipologi Immanual Kant, tipologi Bhsen, Tipologi Heymans, dst.
a.
Tipologi Plato
Menurut Plato kemampuan jiwa manusia terdiri dari 3 macam, yaitu pikiran,
kemauan, dan hasrat. Dominasi salah satu kemampuan inilah yang menyebabkan
kekhasan pada diri manusia. Atas dasar hal ini Plato menggolongan manusia ke
dalam 3 tipe yaitu sebagai berikut.
1) Tipe manusia yang terutama
dikuasai oleh pikirannya, yang sesuai untuk menjadi pemimpin dalam
pemerintahan.
2) Tipe manusia yang terutama
dikuasai oleh kemauannya, sesuai untuk menjadi tentara.
3) Tipe manusia yang dikuasai
oleh hasratnya, cocok menjadi pekerja tangan.
b.
Tipologi Heymans
Heymans menyatakan bahwa manusia memiliki tipe kepribadian yang bermacam-macam,
namun dapat digolongkam menjadi delapan tipe atas dasar kualitas kejiwaannya,
yaitu :
(1) emosionalitas, mudah tidaknya
perasaan terpengaruh oleh kesan-kesan
(2) proses pengiring, yaitu kuat
lemahnya kesan-kesan ada dalam kesadaran setelah faktor yang menimbulkan
kesan-kesan tersebut tidak ada.
(3) aktivitas, adalah banyak
sedikitnya peristiwa-peristiwa kejiwaan menjelma menjadi tindakan nyata.
3. Tipologi Berdasarkan
Nilai-nilai Kebudayaan
Tipologi berdasarkan nilai-nilai kebudayaan dikembangkan oleh Eduard
Spranger. Spranger menyatakan bahwa kebudayaan (culture) merupakan sistem
nilai, karena kebudayaan itu tidak lain adalah kumpulan nilai-nilai budaya yang
tersusun atau diatur menurut struktur tertentu.
Kebudayaan sebagai sistem nilai oleh Spranger di golongkan menjadi 6 bidang
yang secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kelopok, yaitu :
1) Bidang-bidang yang berhubungan
dengan manusia sebagai individu, yang didalamnya terdapat 4 nilai budaya :
a) pengetahuan
b) ekonomi
c) kesenian
d) keagamaan
2) Bidang-bidang yang berhubungan
dengan manusia sebagai anggota masyarakat, yang didalamnya terdapat dua nilai
budaya :
1) kemasyarakatan
2) politik
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kepribadian
merupakan suatu bentuk pola perilaku individu yang secara khas hanya ada dalam
dirinya dan membedakan dirinya dengan individu yang lainnya. Terdapat dua
faktor yang mempengaruhi kepribadian manusia, yaitu faktor genetika (pembawaan)
dan faktor dari luar berupa faktor lingkungan.
Salah satu ciri utama dan ada atau tidak adanya
kebudayaan dominan dalam sebuah masyarakat ialah adanya aturan-aturan main atau
konvensi sosial dalam saling berhubungan yang keberadaannya diakui dan
digunakan oleh para pelaku dan berbagai kelompok suku bangsa yang hidup bersama
dalam sebuah masyarakat.
Tipologi adalah pengetahuan yang berusaha
menggolongkan manusia menjadi tipe-tipe tertentu atas dasar faktor-faktor
tertentu, misalnya karakteristik fisik, psikis, pengaruh dominant nilai-nilai budaya
dan sebagainya.
3.2 Saran
Makalah yang penulis susun semoga bisa bermanfaat dan
membantu untuk lebih memahami tentang kepribadian dan kebudayaan manusia dalam
kehidupan ataupun dalam hal hal tertentu. Mohon pemakluman dari semuanya jika
makalah penulis masih terdapat kesalahan baik dalam bahasa maupun pemahaman karena
tidaklah sesuatu yang sempurna yang bisa manusia ciptakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Koentjaraningrat, 2013. Pengantar
Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Samsyu, Yusuf dan Juntika Nurihsan. 2008. Teori Kepriadia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sujanto, Agus. 1997. Psikologi Kepriadia. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Surya, Mohamad. 2014. Psikologi Guru Konsep Dan Aplikasi.
Bandung: Alfabeta.
W. Sarwono, Sarlito. 2010. Pengantar psikologi Umum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar